Kalawaca.com – Sejumlah negara di Asia saat ini tengah menghadapi gelombang panas yang belum pernah terjadi sebelumnya, dengan suhu mencapai rekor tertinggi di beberapa negara. Myanmar telah mencatat suhu yang sangat tinggi, mencapai 46°C, sementara Thailand menghadapi prediksi suhu yang mengejutkan yang bisa melebihi 52°C. Di Filipina, khususnya di Manila, suhu telah mencapai 38.8°C. Negara-negara lain seperti Kamboja, India, Bangladesh, dan Vietnam juga mengalami suhu yang sangat tinggi, berkisar antara 42°C hingga 44°C.
Dampak dari gelombang panas ini sangat serius. Di Thailand, telah dilaporkan bahwa sebanyak 30 orang telah meninggal akibat serangan panas sejak Januari hingga April 2024. Di Bangladesh, pemerintah telah mengambil langkah drastis dengan meliburkan 33 juta siswa dan mahasiswa untuk menghindari risiko kesehatan. Di Filipina, kegiatan belajar-mengajar di 47.000 sekolah beralih ke pembelajaran daring. Selain itu, separuh dari 82 provinsi di negara ini mengalami kekeringan.
Vietnam juga tercatat sebagai negara yang memiliki dampak parah akibat gelombang panas ekstrem. Sekitar 200 ton ikan per hari mati di waduk Dong Nai dan sawah mengering di wilayah delta Sungai Mekong. Myanmar juga telah menghentikan kegiatan belajar di sekolah-sekolah karena kondisi yang tidak memungkinkan.
Di Indonesia, peningkatan suhu juga terasa dengan suhu yang tercatat di beberapa wilayah seperti Jayapura, Papua (35.6°C); Surabaya, Jawa Timur (35.4°C); Palangka Raya, Kalimantan Tengah (35.3°C); serta di Pekanbaru-Melawi, Kalimantan Barat; Sabang, Aceh; dan DKI Jakarta (34.4°C). Walaupun belum mencapai tingkat ekstrem seperti negara-negara tetangga, kondisi ini tetap menjadi perhatian dan memerlukan tindakan pencegahan untuk menghindari dampak yang lebih serius.
Asia memang tercatat sebagai wilayah paling rentan terkena bencana perubahan iklim. Laporan Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) bertajuk “State of the Climate in Asia 2023” menyebutkan bahwa Asia mengalami pemanasan lebih cepat dibandingkan rata-rata global. Tren pemanasan meningkat hampir dua kali lipat sejak periode 1961-1990. WMO juga mencatat percepatan indikator-indikator utama perubahan iklim di Asia, seperti suhu permukaan, penyusutan gletser, dan kenaikan permukaan laut, yang akan berdampak besar bagi masyarakat, perekonomian, dan ekosistem di kawasan ini. Kawasan ini juga merupakan daerah yang paling banyak dilanda cuaca ekstrem di dunia, sebagai imbas dari perubahan iklim.
Gelombang panas ini merupakan peringatan keras tentang dampak perubahan iklim yang semakin nyata dan mendesak. Kondisi ini membutuhkan respons global yang cepat dan efektif untuk mengurangi emisi dan memitigasi dampak perubahan iklim yang berkelanjutan.