Kalawaca.com – Di tengah gelombang kecemasan yang melanda dunia akibat krisis iklim, Christiana Figueres, pemimpin konvensi perubahan iklim PBB tahun 2010-2016, menulis artikel di The Guardian. Dalam artikel itu ia mengaku merasakan keputusasaan yang sama seperti ilmuwan iklim lainnya. Namun, ia tetap memegang teguh optimisme sebagai harapan terakhir. Dalam artikel berjudul “I understand climate scientists’ despair – but stubborn optimism may be our only hope” yang diterbitkan pada 9 Mei 2024 lalu, Figueres menggambarkan perasaannya sebagai “hopeless and broken” atau putus asa dan hancur.
Figueres mengakui bahwa pada awal masa jabatannya, ia meragukan kemungkinan tercapainya kesepakatan global tentang iklim. Namun, kini ia menyadari bahwa sikap pesimis kolektif terhadap krisis iklim sangat berbahaya dan dapat menghalangi tindakan berani yang diperlukan. “Pada awal masa jabatan saya di tahun 2010,” kenangnya, “saya berkata kepada sekelompok wartawan bahwa saya tidak percaya kesepakatan global tentang iklim akan mungkin terjadi dalam hidup saya.” terangnya.
Namun, kini ia menyadari bahaya dari pesimisme kolektif yang dapat menghalangi langkah berani yang diperlukan untuk mengatasi krisis iklim. Figueres juga menekankan bahwa para ilmuwan iklim telah melakukan tugas mereka dengan memberitahu kita tentang kondisi saat ini, tetapi sekarang tugas kita untuk memutuskan apa yang harus dilakukan dan mengubah arah perjalanan kita. Ia mengkritik mereka yang telah menginvestasikan jutaan dolar untuk menanam keraguan di antara masyarakat umum tentang krisis iklim dan solusinya. “Keraguan menghambat kita untuk mengambil tindakan yang berani, itulah sebabnya hal ini dimanfaatkan secara strategis oleh para penguasa yang telah menginvestasikan jutaan dolar (mungkin lebih banyak lagi) dalam menyebarkan ketidakpastian seputar krisis iklim dan solusinya di kalangan masyarakat umum” Tegasnya.
Meskipun ada hak untuk berduka atas kehilangan masa depan yang bebas dari krisis iklim, Figueres menolak untuk menerima keputusasaan sebagai akhir dari segalanya. Sebaliknya, ia mengajak kita untuk mengambil tanggung jawab dan kesempatan untuk membentuk masa depan yang berbeda, dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan meningkatkan upaya kita. Ia menulisnya begini “Kita juga mempunyai tanggung jawab – dan peluang – untuk membentuk masa depan secara berbeda. Kita harus memanfaatkan ilmu pengetahuan, melipatgandakan upaya kita dan menerapkan perspektif kemungkinan”.
Figueres juga menyoroti pencapaian dalam transformasi sistem energi, seperti peningkatan rekor dalam generasi energi surya dan bauran energi terbarukan global yang kini mencapai 30%. Ia percaya bahwa kita berada di ambang titik balik sosial yang positif dan bahwa generasi anak-anak yang lahir tahun ini akan menjadi generasi pertama yang bebas dari bahan bakar fosil dalam sejarah modern. Dengan mengubah sikapnya dari pesimisme menjadi optimisme yang keras kepala, Figueres telah menerangi jalan bagi banyak orang lain. Ia menegaskan bahwa melewati batas suhu 1,5C bukanlah sesuatu yang sudah pasti, dan perubahan positif yang besar sedang dalam perjalanan. Kutipan langsung dari artikelnya, “A world in which we pass 1.5C is not set in stone” menunjukkan keyakinannya bahwa masa depan masih bisa diubah.