Ratusan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jalur Puncak Bogor menolak direlokasi dan ditertibkan pada Senin (24/6/2024). Penolakan ini datang dari PKL yang terdata untuk relokasi serta pedagang musiman yang nekat berjualan di bahu jalan dan trotoar dari Gunung Mas hingga Riung Gunung.
“Dari total 400an PKL Puncak, lebih dari 300 orang sudah menyetujui untuk pindah ke Rest Area Puncak, namun 80 orang PKL menolak. Hari ini kami tetap melakukan penertiban,” ujar Pj Bupati Bogor Asmawa Tosepu.
Asmawa menjelaskan bahwa penertiban ini didasarkan pada Perda Nomor 4 Tahun 2015 Pasal 12 Huruf G, yang menyebutkan bangunan yang tidak berizin harus ditertibkan. Ia juga menambahkan bahwa PKL yang pindah ke Rest Area Puncak akan mendapatkan insentif berupa gratis retribusi dan penggunaan air selama enam bulan.
“Selain itu, PT Perkebunan Nusantara akan menjadikan Rest Area Puncak sebagai jalur alternatif menuju Gunung Mas. Kami juga akan mengadakan beberapa event pariwisata di sana agar ramai dikunjungi wisatawan,” jelas Asmawa.
Namun, sebagian PKL menolak relokasi karena kios di Rest Area Gunung Mas sepi pengunjung. “Para pembeli lebih suka di pinggir jalan karena bisa melihat pemandangan. Saya mengusulkan agar kios dibuat di pinggir jalan kemudian disewakan,” kata Agus, salah satu PKL.
Kasi Trantib Cisarua, Komarudin, menyebutkan bahwa PKL yang melakukan perlawanan diduga bukan warga Puncak Bogor. “Banyak wajah asing saat aksi protes berlangsung. Saya tidak bisa mengenali satu per satu,” tambahnya.
Sebelum eksekusi penertiban, Muspika Cisarua Bogor sering melakukan sosialisasi dan mediasi kepada pedagang untuk membongkar sendiri lapak liar mereka sebelum pemerintah turun tangan.