Pada suatu pagi yang hangat di tepi pantai, seorang anak kecil asyik bermain dengan pasir, menyusun butiran-butiran kecil itu menjadi sebuah kastil megah sesuai imajinasinya. Dengan penuh semangat, ia menggali, menyusun, dan membentuk dinding serta menara, menciptakan sesuatu yang ia anggap sebagai mahakarya. Di sekitarnya, suara deburan ombak terdengar lembut, seolah mendukung kreativitasnya. Namun, tak lama kemudian, air laut mulai merangkak naik. Ombak yang tadinya tampak jinak tiba-tiba berubah menjadi gelombang besar yang menghantam kastil pasirnya tanpa ampun. Dalam hitungan detik, semua yang ia bangun dengan susah payah hilang, menyatu kembali dengan lautan.
Peristiwa sederhana ini, meski tampak sepele, adalah gambaran yang menyayat hati tentang apa yang sedang terjadi di planet ini. Bumi, tempat kita hidup dan bertumbuh, perlahan-lahan runtuh di bawah tekanan perubahan iklim yang tak terbendung. Seperti kastil kecil di tepi pantai, segala yang kita bangun tampaknya tidak mampu menahan gelombang kehancuran yang terus mendekat.
Naomi Klein, dalam bukunya This Changes Everything: Capitalism vs. The Climate, mengajak kita untuk tidak hanya memperhatikan ombak yang menghantam, tetapi juga menggali lebih dalam untuk mencari tahu apa, atau lebih tepatnya siapa, yang menciptakan gelombang besar itu. Dengan pendekatan yang jujur dan tanpa kompromi, ia tidak hanya berbicara tentang dampak perubahan iklim, tetapi juga menggali akar permasalahan yang jauh lebih dalam dari sekadar emisi karbon atau suhu global yang meningkat. Buku ini lebih dari sekadar laporan tentang perubahan iklim yang sudah sering kita dengar; ia adalah sebuah pencerahan yang menyentuh inti bagaimana dunia ini dikelola. Klein menyoroti kapitalisme—sistem ekonomi yang mendominasi hampir seluruh aspek kehidupan modern—sebagai aktor utama dalam skenario kehancuran planet ini.
Kapitalisme: Mesin Krisis yang Terus Berputar
Klein memulai narasinya dengan menyentuh akar masalah—kapitalisme. Ia menggambarkan bagaimana sistem ini mendorong kita untuk terus-menerus mengejar pertumbuhan ekonomi tanpa batas, terlepas dari batasan sumber daya alam yang dimiliki bumi. Dalam bab pembuka, ia menyebutkan laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) yang memperingatkan bahwa kenaikan suhu global harus dibatasi hingga 1,5 derajat Celsius untuk mencegah bencana iklim. Namun, sistem kapitalis justru mengarahkan kita ke jalan sebaliknya.
Klein mengutip data konkret dari Carbon Majors Report 2017, yang menunjukkan bahwa 71% emisi gas rumah kaca sejak tahun 1988 berasal dari hanya 100 perusahaan, termasuk raksasa energi seperti ExxonMobil, Shell, dan Chevron. Fakta ini membuat kita menyadari bahwa bukan individu yang bertanggung jawab utama, melainkan sistem dan korporasi yang terus memacu eksploitasi tanpa henti. Ia menyoroti bagaimana para pelaku industri ini tidak hanya mengabaikan dampak lingkungan, tetapi juga aktif melobi pemerintah untuk mempertahankan status quo mereka.
Melalui kisah yang ia ceritakan, Klein menggambarkan bagaimana perusahaan minyak dan gas besar tidak hanya menghancurkan ekosistem tetapi juga mengambil alih ruang hidup komunitas adat. Misalnya, proyek-proyek seperti pipa minyak di Kanada sering kali berdampak pada tanah milik masyarakat adat, merampas hak mereka atas warisan leluhur mereka, dan menghancurkan habitat alami.
Solusi Palsu dan Harapan yang Sesungguhnya
Namun, Naomi Klein juga mengungkapkan bahwa bahaya tidak hanya datang dari kapitalisme itu sendiri, tetapi juga dari solusi-solusi palsu yang dipasarkan atas nama keberlanjutan. Salah satunya adalah konsep “geoengineering”—sebuah pendekatan teknologi ekstrem untuk memanipulasi iklim. Klein dengan tajam mengkritik teknologi ini sebagai bentuk baru kolonialisme lingkungan, di mana perusahaan-perusahaan besar menggunakan dalih inovasi untuk melanggengkan dominasi mereka atas sumber daya bumi.
Contoh nyata yang dikemukakan Klein adalah proyek penanaman hutan monokultur yang dijalankan oleh perusahaan multinasional di Afrika. Meski terlihat “hijau,” proyek ini sering kali menghancurkan hutan alami dan menggusur masyarakat lokal yang bergantung pada tanah tersebut untuk hidup. Klein mengingatkan pembaca bahwa solusi seperti ini tidak mengubah apa pun, melainkan memperburuk ketidakadilan sosial dan lingkungan.
Namun, di tengah kritik terhadap kapitalisme dan solusi palsu, Klein juga menabur harapan. Ia membawa pembaca ke berbagai belahan dunia, dari perjuangan komunitas adat di Kanada hingga gerakan akar rumput di Filipina, untuk menunjukkan bahwa perlawanan sedang terjadi. Cerita-cerita ini membuktikan bahwa perubahan nyata dimulai dari bawah, dari komunitas kecil yang mempertahankan hak mereka atas tanah, air, dan udara bersih.
Masa Depan Ada di Tangan Kita
Melalui narasi yang kuat dan berbasis data, Naomi Klein berhasil menghubungkan isu-isu besar seperti kapitalisme, perubahan iklim, dan ketidakadilan sosial ke dalam satu kesatuan cerita. Ia tidak hanya mengungkap masalah tetapi juga menantang pembaca, terutama generasi muda, untuk bertindak. Dalam salah satu bagian yang paling menyentuh, Klein menuliskan bahwa krisis iklim bukan hanya tentang karbon, tetapi juga tentang kehilangan nilai-nilai seperti keadilan, empati, dan tanggung jawab terhadap sesama.
Akhirnya, This Changes Everything adalah lebih dari sekadar buku tentang lingkungan. Ini adalah seruan untuk bertindak, sebuah panggilan bagi kita untuk memilih: apakah kita akan terus membiarkan sistem ini menghancurkan segalanya, atau kita akan mengambil langkah berani untuk mengubah cara kita hidup? Klein dengan tegas menyatakan bahwa perubahan besar tidak akan datang dari teknologi canggih atau pemerintah yang apatis, tetapi dari keberanian individu dan komunitas untuk melawan.
Bagi generasi muda yang sering merasa tidak berdaya di tengah masalah dunia yang besar, buku ini memberikan sesuatu yang sangat penting: harapan, bukan sebagai sesuatu yang pasif, tetapi sebagai tindakan. Karena, seperti yang dikatakan Klein, masa depan adalah sesuatu yang kita ciptakan bersama, dan sekarang adalah waktunya untuk mengubah segalanya.
Jagakarsa, 25 November 2024
Nurhidayat