Kalawaca.com – Koalisi Pendidikan Keragaman, yang terdiri dari Yayasan Cahaya Guru (YCG), PeaceGeneration Indonesia, dan Sekolah Damai Indonesia (Sekodi), mengecam keputusan Pemerintah Kabupaten Kuningan yang melarang penyelenggaraan Jalsah Salanah Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Desa Manislor, Kecamatan Jalaksana, pada 6-8 Desember 2024. Keputusan tersebut dinilai melanggar konstitusi dan hak asasi manusia, khususnya kebebasan beragama dan beribadah.
Jalsah Salanah, yang merupakan pertemuan keagamaan tahunan JAI untuk memperdalam pemahaman agama dan mempererat silaturahmi, dianggap sebagai bagian dari hak memanifestasikan agama yang dijamin oleh Pasal 28E ayat (1) dan Pasal 29 ayat (2) UUD 1945. Pelarangan ini juga bertentangan dengan Pasal 22 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Pasal 18 Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR), yang telah diratifikasi Indonesia.
Direktur Eksekutif YCG, Muhammad Mukhlisin, menegaskan bahwa pemerintah melanggar kewajibannya untuk melindungi hak konstitusional warga negara. “Negara harus melindungi hak konstitusional setiap warga negaranya, termasuk menjamin kebebasan setiap warga negara untuk memeluk agama dan beribadah sesuai dengan keyakinan masing-masing. Keputusan Pemerintah Kabupaten Kuningan ini mencederai prinsip Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai dasar negara,” kata Mukhlisin.
Ia juga meminta pemerintah untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya toleransi dan kerukunan. “Pemerintah harus mengambil langkah proaktif untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya toleransi, bukan malah membuat kebijakan yang diskriminatif,” tegasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif PeaceGeneration Indonesia, Irfan Amali, menyoroti dampak buruk dari kebijakan diskriminatif ini terhadap upaya pendidikan perdamaian. “Kami, sebagai unsur masyarakat sipil yang fokus pada pendidikan perdamaian, merasa prihatin melihat kebijakan pemerintah yang mempertontonkan praktik diskriminasi. Ini menjadi preseden buruk bagi penanaman nilai empati dan perdamaian dalam dunia pendidikan,” ujar Irfan.
Koordinator Regional Sekodi Bandung, Fanny S. Alam, menyoroti perlindungan terhadap perempuan dan anak-anak yang terlibat dalam acara tersebut. “Kebebasan beragama dan berkeyakinan merupakan bagian hak dasar yang tidak boleh dilanggar oleh siapa pun, dan negara seharusnya hadir untuk melindungi hak tersebut,” ujarnya. Fanny juga menekankan pentingnya memberikan rasa aman bagi 3.000 perempuan dan 1.000 anak-anak yang menjadi peserta acara tersebut.
Koalisi Pendidikan Keragaman mendesak pemerintah pusat, khususnya Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Agama, untuk mengoreksi kebijakan ini dan memastikan Jalsah Salanah dapat berlangsung secara aman dan damai. Aparat keamanan juga diharapkan memberikan perlindungan maksimal kepada para peserta.
Dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika, koalisi ini menyerukan agar hak asasi manusia dan toleransi tetap dijunjung tinggi demi menjaga keutuhan bangsa.