Beranda Warta Kembangkan Ekosistem Sekolah yang Damai, YCG dan INFID Kembali Gelar Pelatihan Sekolah...

Kembangkan Ekosistem Sekolah yang Damai, YCG dan INFID Kembali Gelar Pelatihan Sekolah Ramah HAM

Suasana pembukaan Pelatihan Pendidikan Ramah HAM untuk Ekosistem Sekolah yang dilaksanakan Yayasan Cahaya Guru dan INFID. Sumber: Dok. Yayasan Cahaya Guru
Suasana pembukaan Pelatihan Pendidikan Ramah HAM untuk Ekosistem Sekolah yang dilaksanakan Yayasan Cahaya Guru dan INFID. Sumber: Dok. Yayasan Cahaya Guru

JAKARTA — Kekerasan di dunia pendidikan masih menjadi bayang-bayang gelap dalam sistem pembelajaran Indonesia. Sepanjang tahun 2024, tercatat setidaknya 177 kasus kekerasan di sekolah, dengan 35 korban meninggal dunia. Data ini menjadi pengingat betapa pentingnya menciptakan ruang belajar yang damai, adil, dan menghormati hak asasi manusia (HAM).

Menjawab tantangan tersebut, Yayasan Cahaya Guru (YCG) bersama International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) menyelenggarakan Pelatihan Pendidikan Ramah HAM Bagi Ekosistem Sekolah yang berlangsung daring pada 21–22 Februari dan 5–8 Maret 2025. Pelatihan ini diikuti oleh 30 guru dari berbagai daerah di Indonesia, mulai dari Medan hingga Ende, Semarang hingga Makassar.

Pelatihan ini tidak sekadar memindahkan teori dari ruang kuliah ke layar Zoom. Lebih dari itu, ini adalah ikhtiar menyusun ulang fondasi pendidikan, menempatkan HAM sebagai prinsip dasar dalam setiap praktik pembelajaran.

Ketua Yayasan Cahaya Guru, Henny Supolo Sitepu saat menjadi teman belajar Pelatihan Pendidikan Ramah HAM pada Ekosistem Sekolah. Sumber: Dok. Yayasan Cahaya Guru
Ketua Yayasan Cahaya Guru, Henny Supolo Sitepu saat menjadi teman belajar Pelatihan Pendidikan Ramah HAM pada Ekosistem Sekolah. Sumber: Dok. Yayasan Cahaya Guru

Dari Piagam Madinah ke Ruang Kelas
Direktur Eksekutif YCG, Muhammad Mukhlisin, menyebut pelatihan ini sebagai bagian dari komitmen panjang lembaganya dalam mendampingi para pendidik membangun perspektif keragaman, kebangsaan, dan kemanusiaan sejak tahun 2006.

“HAM bukan isu baru. Bahkan dalam ajaran Islam, prinsip kesetaraan sudah diatur dalam Piagam Madinah,” ujar Abdul Waidl, Program Manager INFID. Ia menyayangkan masih adanya anggapan yang keliru bahwa HAM bertentangan dengan nilai agama.

Padahal, diskriminasi berbasis agama, keyakinan, atau latar belakang sosial dalam pendidikan justru bertentangan dengan semangat Islam dan nilai-nilai HAM itu sendiri.

Dari Guru Tentang Pendidikan Kita

Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah saat menjadi teman belajar Pelatihan Pendidikan Ramah HAM untuk Ekosistem Sekolah. Sumber: Dok. Yayasan Cahaya Guru
Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah saat menjadi teman belajar Pelatihan Pendidikan Ramah HAM untuk Ekosistem Sekolah. Sumber: Dok. Yayasan Cahaya Guru

Dalam sesi pemaparan, Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah menegaskan bahwa kekerasan verbal, fisik, hingga bullying yang masih dianggap sebagai bagian dari dinamika sekolah, pada dasarnya adalah pelanggaran HAM. “Sekolah seharusnya menjadi tempat yang paling aman bagi anak-anak,” tegasnya.

Pernyataan ini disambut dengan diskusi aktif dari para peserta. Beberapa di antaranya mengangkat pertanyaan seputar bullying, kekerasan antar murid, serta peran guru dalam pencegahan dan penanganannya. “Ini bukan hanya tugas guru BK, tapi tanggung jawab semua pendidik,” jawab Anis.

Ia juga memaparkan 10 prinsip sekolah ramah HAM, mulai dari kesetaraan, inklusi, non-diskriminasi, martabat manusia, partisipasi, hingga jaminan untuk kelompok rentan dan kesetaraan akses terhadap informasi.

“Sekolah bukan hanya tempat belajar kognitif, tetapi juga tempat menanamkan nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan,” tambahnya.

Topik inklusivitas bagi murid berkebutuhan khusus turut menjadi perhatian. Beberapa peserta mengangkat persoalan pemindahan murid ke SLB tanpa diskusi atau kesiapan yang memadai. Dalam menjawab hal itu, Anis menyampaikan bahwa dalam HAM dikenal konsep progressive realisation, yakni pemenuhan hak secara bertahap.

“Sekolah harus terus bergerak menuju inklusivitas, sambil membenahi infrastruktur dan kapasitas pendidik,” jelasnya. Ia menekankan bahwa inklusivitas bukan sesuatu yang bisa ditunda, melainkan harus dibangun perlahan dan konsisten.

Isu lain yang muncul adalah mengenai pengeluaran murid dari sekolah karena pelanggaran berat. Dalam konteks tersebut, selama prosedur dilakukan secara adil dan hak murid tetap dihormati, maka tindakan tersebut tidak serta-merta melanggar HAM. Namun, sekolah tetap wajib menyediakan jalur pendidikan alternatif bagi murid yang terdampak.

Suasana Pelatihan Pendidikan Ramah HAM untuk Ekosistem Sekolah yang dilaksanakan Yayasan Cahaya Guru.
Suasana Pelatihan Pendidikan Ramah HAM untuk Ekosistem Sekolah yang dilaksanakan Yayasan Cahaya Guru.

Empat Pilar Sekolah Ramah HAM
Konsep Sekolah Ramah HAM yang dikembangkan Komnas HAM sejak 2017 berpijak pada empat pilar utama: kebijakan inklusif, lingkungan bebas kekerasan, relasi sehat antara semua elemen sekolah, serta kurikulum yang menghargai keberagaman.

Keberhasilan sekolah ramah HAM tidak hanya diukur dari penurunan angka kekerasan, melainkan juga dari tumbuhnya empati, penghargaan terhadap perbedaan, serta budaya partisipatif yang hidup di sekolah.

Pelatihan ini bukan yang pertama diselenggarakan oleh YCG dan INFID. Sebelumnya, pelatihan serupa telah digelar di beberapa wilayah pada tahun 2024. Namun, semangat yang diusung tetap sama: menjadikan sekolah sebagai ruang bertumbuh bagi nilai keadilan, keberagaman, dan kemanusiaan.

Mukhlisin menekankan bahwa pendidikan berbasis HAM harus menjadi prioritas bersama. “Ini bukan pekerjaan satu-dua orang guru, melainkan upaya kolektif yang perlu didukung oleh sistem,” tegasnya. (FI/MM)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini