Beranda Kalapikir Gus Dur dan Batik

Gus Dur dan Batik

Malam itu Muhibuddin menggunakan batik lengan panjang berwarna coklat sebagian putih dan warna abu-abu. Saya tak tahu jenis dan harganya. Batik itu tampak mengilat. Cocok di badan, termasuk di perutnya yang agak maju didorong usia itu. Muhib Kepala Sub Direktorat di Direktorat Zakat dan Wakaf Kementerian Agama.

Di Indonesia batik umumya pakaian formal untuk berbagai keperluan: acara pemerintahan, kuliah, kondangan, bahkan shalat Jumat. Jadi, menurut logika penggunaan satu batik akan lebih sering digunakan. Potensi rusak juga akan lebih tinggi. Hanya, sering kali batik rusak di bagian leher sedang lainnya tidak. Dibuang sayang. Dunia yang kini menderita akibat sampah akan menderita jika kita mudah membuang sesuatu yang bisa tetap dimanfaatkan.

“Batik itu pek ketiplek dengan milik saya. Sekarang batik itu sudah saya berikan ke orang lain,” kata Mbak Alissa pada Muhib. Mbak Alissa malam itu tengah duduk di kursi narasumber bersama seorang pejabat Kemenag lain. Saya duduk di sampingnya sambil menikmati bakso dengan kuah yang hangat. Malam itu, usai diskusi terpumpun penyusunan pedoman evaluasi Zakat dan Wakaf, Muhib pamit pulang. Diskusi mengundang puluhan peserta dari organisasi pengelola zakat dan para ahli di dua isu ini.

Setelah Mbak Alissa ngomong soal batik, saya nimbrung soal pengalaman menangani batik yang sering rusak di kerah dan bagaimana menyiasatinya. Tips yang saya dapatkan dari seorang teman itu begini; jadikan kerah batik yang rusak seperti model koko. Obrolan itu disambar Mbak Alissa dengan cerita Gus Dur. Ayahnya. Tips dari Gus Dur lebih berkelas lagi. Jika batik lengan panjang rusak di kerah, ia akan menjadikannya batik lengan pendek. Bahan dari lengan naik ke kerah. Hasilnya kerah akan tampak baru. Tips ini biasa Gus Dur lakukan sejak ia menjadi Ketua Umum PBNU.

Bukan hanya itu, Mbak Alissa bercerita hal yang berhubungan dengan pakaian. Dan itu sangat mengesankan. Gus Dur rupanya sangat memperhatikan pakaian. Saat menjadi mahasiswa di Belanda sebelum pulang ke Indonesia, Gus Dur bekerja paruh waktu di jasa laundry. Dari situ, ia banyak tahu soal kerapihan busana, dari cara menyetrika dan melipat baju.

Mbak Alissa bilang, pernah suatu kali Gus Dur yang duduk di sebuah kursi yang ditemani beberapa orang meraba-raba celana dari pangkal paha hingga lutut. Tampaknya Gus Dur sedang mengurut garis lipatan dan memastikan kerapihan bahan. “Siapa yang menyetrika?” tanya Gus Dur. “Ini kurang rapi,” tambah Gus Dur seperti diceritakan Mbak Alissa. Kisah itu terjadi ketika Gus Dur menjadi presiden. Gus Dur tengah duduk di salah satu sudut istana ditemani Mbak Alissa.

Saya kira tips “mengkokokan” batik hal paling inspiratif di jagat raya ini. Rupanya Gus Dur lebih inspiratif lagi. Jika dibuat skala 1-10, tips Gus Dur itu berada diangka 9. Bukan hanya karena tipsnya semata, tetapi nilai yang dikirimkan tokoh penting Indonesia itu: kesederhanaan dan kepedulian terhadap lingkungan.

Kalimulya, 2 Mei 2025

Alamsyah M Djafar

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini