Kalawaca.com – Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan jadwal pemilu nasional dan pemilu daerah. Namun, Partai Gerindra menilai keputusan tersebut justru bisa menimbulkan persoalan baru dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Ahmad Muzani, menjelaskan bahwa konstitusi secara tegas menyatakan pemilu harus diselenggarakan setiap lima tahun sekali. Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 22E Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
“Di dalam Pasal 22E Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa pemilu dilaksanakan setiap lima tahun untuk memilih DPR RI, DPD, dan DPRD provinsi, kabupaten/kota,” kata Muzani, Sabtu (5/7/2025).
Menurutnya, dalam putusan terbaru MK tersebut, pelaksanaan pilkada dan pemilihan DPRD direncanakan berlangsung dua setengah tahun setelah pemilihan presiden dan DPR RI. Hal ini, kata Muzani, berpotensi melanggar prinsip konstitusional mengenai siklus lima tahunan pemilu.
“Itu artinya terjadi pemunduran masa dua setengah tahun. Pertanyaannya, apakah keputusan ini tidak justru bertentangan dengan UUD 1945 yang menegaskan pemilihan dilakukan setiap lima tahun?” tegasnya.
Lebih jauh, Ketua MPR RI itu juga mengingatkan bahwa desain pemilu serentak sebelumnya merupakan hasil keputusan MK sendiri. Pemilu serentak mencakup pemilihan Presiden, DPR, DPD, serta DPRD provinsi dan kabupaten/kota.
“Pemilu serentak yang melibatkan pemilihan Presiden, DPR, DPD, dan DPRD kabupaten/kota serta provinsi awalnya juga berasal dari putusan MK. Tapi sekarang, MK justru mengubah sendiri putusan itu,” ujarnya.
Muzani menegaskan, bahwa Partai Gerindra memandang perubahan ini berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum serta membingungkan pelaksanaan pemilu di masa mendatang.