Beranda Nasional Kader Kelurahan Jadi Ujung Tombak Edukasi Kesehatan Paru di DIY

Kader Kelurahan Jadi Ujung Tombak Edukasi Kesehatan Paru di DIY

Kalawaca.com – Dalam upaya memperluas jangkauan edukasi kesehatan paru di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) berencana melibatkan kader masyarakat tingkat kelurahan dan kecamatan sebagai penyuluh kesehatan. Gagasan ini disampaikan langsung oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X saat menerima audiensi dari PDPI Yogyakarta di Gedhong Wilis, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, pada Kamis (17/07).

Ketua PDPI Cabang Yogyakarta, dr. Megantara, Sp.P, menjelaskan bahwa usulan dari Sri Sultan ini akan menjadi bagian dari rangkaian kegiatan Pertemuan Ilmiah Nasional PDPI yang dijadwalkan berlangsung pada 4–6 September 2025 di Yogyakarta. Menurutnya, keterlibatan kader menjadi solusi atas minimnya jumlah dokter spesialis paru di wilayah DIY.

“Jumlah kami masih sangat terbatas, baru 33 orang. Untuk meng-handle 4 juta penduduk, itu dirasa kurang,” ungkap dr. Megantara.

Karena keterbatasan tenaga medis tersebut, PDPI berencana memberdayakan kader-kader lokal sebagai bagian dari sistem edukasi masyarakat. “Kami diminta oleh Ngarsa Dalem untuk mendidik atau mentransfer ilmu kami kepada kader-kader di PKK, di kelurahan, di kecamatan, supaya mereka juga bisa menjadi penyuluh. Karena mereka yang langsung berinteraksi dengan masyarakat,” jelasnya.

Ia juga menambahkan, “Beliau tadi menyarankan agar kami memberikan ilmu kami kepada beberapa kader yang ada di kelurahan maupun kecamatan. Model seperti ini, kalau memang berjalan, bisa jadi contoh untuk daerah lain.”

Pertemuan Ilmiah Nasional PDPI mendatang akan berlangsung selama tiga hari, dengan rangkaian kegiatan ilmiah seperti seminar dan simposium, serta aktivitas non-ilmiah seperti lomba lari dan pertunjukan musik. Tujuannya adalah penyegaran dan penguatan ilmu di bidang kesehatan paru bagi para dokter umum, spesialis baru, maupun spesialis lainnya.

“Isinya nanti seminar, simposium, kemudian kegiatan ilmiah dan non-ilmiah. Hiburan juga ada. Tetapi fokusnya adalah keilmiahan, penyegaran ilmu yang sudah ada dan kebaruan-kebaruan,” lanjut dr. Megantara.

Ia juga menyoroti bahwa meski angka tuberkulosis (TBC) di Yogyakarta menunjukkan tren membaik, kasusnya masih cukup tinggi, disusul dengan penyakit paru akibat rokok. Kedua topik ini akan menjadi fokus pembahasan dalam simposium.

“Kalau penyakit paru yang paling banyak, infeksi TBC itu masih cukup tinggi. Kalau dibandingkan dengan daerah lain, Jogja ini cukup bagus perbaikannya. Tapi tetap menjadi fokus kerja kami,” ungkapnya.

Melalui pendekatan berbasis komunitas ini, PDPI berharap bisa memperkuat edukasi kesehatan secara berkelanjutan di tengah keterbatasan jumlah tenaga medis.

“Kalau kami kerjakan sendiri rasanya belum mampu. Tentu tidak cukup tenaga, waktu, maupun kemampuan kami. Tapi kalau dibantu kader, ini bisa jadi kekuatan baru,” tutup dr. Megantara.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini