Kalawaca.com – Bayangkan seorang nenek tua harus duduk di kursi pesakitan hanya karena mengambil beberapa biji kakao demi bertahan hidup. Itulah yang dialami Nenek Minah.
Kisahnya menggugah hati publik, bahkan membuat sang hakim meneteskan air mata saat membacakan vonis. Dalam sistem hukum yang kaku, ruang bagi nilai-nilai kemanusiaan sering kali terabaikan.
Peristiwa ini menjadi bahan renungan mendalam bagi Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman. Ia menilai bahwa revisi Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) sangat mendesak agar hukum tidak hanya menitikberatkan pada norma pasal, tetapi juga mempertimbangkan rasa keadilan sosial.
“Kasus Nenek Minah itu menyedihkan. Unsur pelanggaran memang terpenuhi, tapi di mana hati nurani kita? Apa pantas seorang nenek masuk penjara hanya karena mencuri kakao?” ujar Habiburokhman, Kamis (31/7/2025).
Ia menjelaskan dalam draf RUU KUHAP yang sedang disusun, pendekatan restorative justice mulai diakomodasi. Pendekatan ini mengedepankan pemulihan hubungan antara pelaku dan korban, bukan sekadar penghukuman formal.
“Kalau RUU KUHAP ini berlaku, kasus seperti Nenek Minah bisa diselesaikan cukup di tingkat penyidikan. Kalau korban tidak merasa dirugikan, ya selesai tidak perlu masuk ke meja hijau,” terang politisi dari Fraksi Partai Gerindra itu.
Lebih lanjut, pendekatan tersebut juga dianggap relevan dalam menangani pelanggaran ringan, seperti pertengkaran antar tetangga atau konflik sepele yang kerap berakhir di lembaga pemasyarakatan.
Dalam sejumlah kunjungan kerja ke daerah, Habiburokhman menemukan fakta banyak Lapas mengalami kelebihan kapasitas hingga 400 persen, dengan mayoritas penghuninya merupakan pelaku kejahatan ringan.
“Bayangkan, 40 persen penghuni Lapas itu adalah pelaku pelanggaran ringan. Kalau bisa diselesaikan secara kekeluargaan dan manusiawi, bukankah itu lebih adil dan efisien?” tegasnya.
Melalui semangat reformasi hukum, Komisi III DPR RI mendorong terbitnya KUHAP baru yang lebih adil dan seimbang antara kekuasaan negara dan hak-hak warga. Sebab, hukum yang sejati bukan semata alat kekuasaan, melainkan jalan menuju keadilan yang bermartabat.