Beranda Opini Mengelola Masjid, Membangkitkan Umat

Mengelola Masjid, Membangkitkan Umat

Masjid Al-Madinah, Zona Madina Dompet Dhuafa menggelar Training Manajemen Masjid pada 30 Juli 2025 dengan tema “Menuju Masjid yang Lebih Profesional untuk Kebangkitan Umat.” Sumber: Dok. Pribadi
Masjid Al-Madinah, Zona Madina Dompet Dhuafa menggelar Training Manajemen Masjid pada 30 Juli 2025 dengan tema “Menuju Masjid yang Lebih Profesional untuk Kebangkitan Umat.” Sumber: Dok. Pribadi

Masjid, sebagai pusat ibadah dan syiar Islam, memiliki peran vital dalam kehidupan umat. Namun di tengah dinamika zaman, banyak masjid masih dikelola secara tradisional, sehingga perannya kurang optimal—khususnya dalam menjangkau generasi muda.

Tantangan seperti lemahnya manajemen administratif, terbatasnya sumber daya manusia, serta minimnya inovasi program, kerap menjadi hambatan dalam pengelolaan masjid.

Dalam bayangan banyak orang, masjid mungkin masih identik dengan ruang besar berkarpet hijau, tempat azan berkumandang, lalu sepi kembali selepas salat berjamaah. Namun di kompleks Zona Madina Dompet Dhuafa, muncul upaya menyegarkan kembali peran masjid sebagai pusat peradaban.

Pada 30 Juli 2025, Masjid Al-Madinah di Zona Madina menggelar pelatihan bertajuk “Training Manajemen Masjid: Menuju Masjid yang Lebih Profesional untuk Kebangkitan Umat.” Fokusnya bukan lagi soal membetulkan speaker atau membagi jadwal marbot, melainkan membekali para takmir dan pengurus dengan keterampilan manajerial modern—menuju pengelolaan masjid yang profesional, efisien, dan akuntabel.

Pelatihan ini diikuti oleh 55 peserta dari berbagai wilayah Bogor, meliputi pengurus masjid, takmir, dan perwakilan komunitas dakwah. Mereka datang dengan semangat belajar tinggi dan tekad membangun masjid yang lebih relevan dengan kebutuhan zaman.

Menjawab Tantangan Zaman Lewat Pelatihan

Masalah utama pengelolaan masjid hari ini bukan semata soal dana atau fasilitas, melainkan pola pikir lama yang masih bercokol. Selama ada tempat wudu, pengurus, dan salat berjamaah, maka dianggap cukup. Padahal, tantangan umat dan kebutuhan jamaah saat ini jauh lebih kompleks.

Masjid perlu dikelola dengan pendekatan organisasi modern: punya sistem, struktur, laporan, dan target. Takmir pun dituntut menguasai keterampilan administratif, komunikasi publik, hingga adaptasi teknologi. Sayangnya, tidak semua pengurus memiliki latar belakang tersebut.

“Banyak pengurus masjid punya semangat besar, tapi tidak dibekali pengetahuan yang cukup. Ini berdampak langsung pada efektivitas pengelolaan masjid,” ujar Ust. Iwan, S.Th.I, Sekretaris Jenderal Komunitas Masjid Profesional (KMP), yang membuka sesi pertama pelatihan dengan materi “Profesionalisme dalam Pengelolaan Masjid.”

Menurutnya, profesionalisme bukan berarti menggaji semua orang atau mengkomersialkan masjid, melainkan membangun komitmen, akuntabilitas, dan kejelasan arah. “Masjid itu organisasi. Ia punya aset, jamaah, program, dan target. Maka cara mengelolanya juga harus sistematis,” tegasnya.

Ia menyebut beberapa indikator masjid profesional: laporan keuangan transparan, program kerja terukur, database jamaah yang aktif, serta pelayanan yang ramah dan inklusif. “Kalau masjid sepi dari anak muda, mungkin program kita belum menyapa mereka,” tambahnya.

Kolaborasi: Masjid Tidak Bisa Jalan Sendiri

Sesi kedua dibawakan oleh Ust. H. TB Irwan Kurniawan, MM, Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kabupaten Bogor, dengan topik “Relasi dan Hubungan Antar-Masjid.”

Ia menggarisbawahi pentingnya kolaborasi antar-masjid. Banyak masjid masih berjalan sendiri-sendiri, padahal di era ini, sinergi adalah kunci. Ia mencontohkan, jika satu masjid punya ustaz ahli parenting dan yang lain memiliki relawan literasi, kolaborasi mereka akan memberikan dampak luar biasa.

“Semangat berjamaah tidak boleh berhenti di shaf salat, tapi harus hidup juga dalam pengelolaan masjid,” pesannya. Ia mengajak peserta membangun jaringan, berbagi sumber daya, dan memperkuat solidaritas antar-pengurus masjid.

Masjid Ramah Keluarga: Menghadirkan Rumah Kedua bagi Semua

Sesi penutup dibawakan oleh Ust. Jabaludin, SKM, pengelola Masjid Al-Madinah, dengan materi “Konsep Masjid Ramah Keluarga.” Sesi ini menyentuh sisi emosional, mengingatkan bahwa masjid bukan hanya milik bapak-bapak, tapi ruang tumbuh bersama untuk seluruh anggota keluarga.

“Masjid harus ramah bagi ibu menyusui, anak-anak, hingga lansia,” ungkapnya. Ia memaparkan transformasi Masjid Al-Madinah, dari penyediaan loker jamaah, ruang bermain anak, ruang menyusui, hingga toilet ramah lansia. Bukan proyek mewah, tapi cerminan semangat menjadikan masjid sebagai rumah bersama.

Menata Ulang Peran Masjid

Sepanjang pelatihan, diskusi berlangsung hangat. Ide-ide segar bermunculan, jejaring terbentuk, dan semangat kolaborasi tumbuh. Di akhir sesi, peserta menerima sertifikat dan menyusun rencana tindak lanjut untuk diterapkan di masjid masing-masing.

Langkah Masjid Al-Madinah melalui pelatihan ini mungkin sederhana, tetapi dampaknya signifikan. Ketika masjid dikelola seperti organisasi modern, dengan pendekatan yang transparan dan inovatif, umat akan merasakannya secara nyata. Anak-anak betah, orang tua merasa dihargai, dan generasi muda menemukan tempat pulang.


Tentang Penulis:

Adipatra Kenaro Wicaksana
📧 [email protected] |
🔗 Instagram | LinkedIn
Lulusan Kesehatan Masyarakat, peminatan Kesehatan Lingkungan. Sesekali menjaga lingkungan tetap sehat, sambil berusaha mengingat kapan terakhir kali menyiram tanaman di rumah.


Redaksi Kalawaca mengundang pembaca untuk berbagi gagasan dan pandangan dalam bentuk tulisan opini seputar isu sosial, pendidikan, kebudayaan, dan kebangsaan. Naskah dapat dikirimkan ke email: [email protected]. Tulisan yang masuk akan dikurasi dan berpeluang dimuat di platform Kalawaca jika sesuai dengan visi redaksi.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini