Kalawaca.com – Sebanyak 35 anggota Gugus Tugas Desa Damai dari tiga desa di Kabupaten Bogor telah menyelesaikan pelatihan peningkatan kapasitas yang berfokus pada pencegahan ekstremisme kekerasan, resolusi konflik dan sisten peringatan dini di tingkat desa. Para peserta merupakan perwakilan dari Desa Pamijahan, Desa Sukamantri, Desa Sasak Panjang, dan Desa Tajur Halang, yang merupakan tiga desa percontohan Desa Damai di Kabupaten Bogor.
Pelatihan yang berlangsung selama tiga hari, dari 13 hingga 15 November 2025 di Hotel Izi Bogor, diselenggarakan oleh Yayasan Inklusif bersama Wahid Foundation.
Direktur Yayasan Inklusif, Muhammad Subhi Azhari, menegaskan bahwa pelatihan ini menjadi “titik awal” dan bekal bagi para anggota gugus tugas untuk menjalankan program pendampingan di desa masing-masing selama dua tahun ke depan.
“Ini akan menjadi bekal bagi kita… untuk kemudian nanti kita melangkah selama mungkin dua tahun ke depan di desa masing-masing untuk bersama-sama mensukseskan program-program yang akan kita selenggarakan bersama,” ujar Subhi.
Program pendampingan tersebut, lanjutnya, akan mencakup berbagai kegiatan seperti pelatihan lanjutan, kampanye, serta pendampingan khusus bagi kelompok pemuda dan perempuan.
Koordinator Proyek Desa Damai Wahid Foundation, Muhammad Fahrur, menekankan bahwa perdamaian harus tumbuh dari tingkat komunitas. “Perdamaian itu tidak muncul tiba-tiba. Perdamaian adalah hasil dari proses panjang, dari kerja bersama, dari pengalaman masyarakat yang kemudian berkembang menjadi gerakan,” tuturnya.
Fahrur menjelaskan, Program Desa Damai ditopang beberapa pilar, termasuk penguatan ekonomi perempuan, peningkatan kapasitas masyarakat, dan pengembangan pertanian serta lingkungan berkelanjutan.
Ia menambahkan, pelatihan ini menjadi ruang refleksi untuk mengaitkan nilai-nilai perdamaian yang sudah ada dalam kearifan lokal dengan tantangan zaman. “Nilai-nilai perdamaian sebenarnya sudah ada dalam kearifan lokal kita. Dalam pelatihan ini, kita hanya merefleksikan kembali,” katanya.
Pelatihan ini, menurut Subhi, dirancang menggunakan pendekatan pembelajaran orang dewasa yang mengutamakan diskusi dan berbagi pengalaman. Tujuannya adalah memperkuat jejaring kerja antara masyarakat dan pemerintah desa agar “mampu mengidentifikasi potensi konflik serta mengambil langkah pencegahan”.
Program ini didukung oleh Global Community Engagement and Resilience Fund (GCERF) dan dilaksanakan melalui kerja sama antara Wahid Foundation, Yayasan Inklusif, serta La Rimpu.




















