BOGOR – Gugus Tugas Desa Damai Desa Sasak Panjang menggelar kegiatan Musyawarah Desa di Balai Desa Sasak Panjang, pada Rabu (10/12/2025). Forum ini menjadi ruang strategis untuk memperkuat aspirasi masyarakat sekaligus merumuskan solusi atas berbagai tantangan sosial di tingkat desa.
Kegiatan tersebut dihadiri oleh berbagai elemen penting, antara lain Babinkantibmas, Babinsa, Tokoh Agama Lintas Iman, Tokoh Perempuan, Tokoh Masyarakat, serta perwakilan dari Yayasan Inklusif.
Perwakilan Yayasan Inklusif, Nurhidayat, dalam sambutannya menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan bagian tak terpisahkan dari rangkaian upaya membangun Desa Sasak Panjang sebagai Desa Damai. Ia menekankan pentingnya forum ini sebagai wujud nyata demokrasi di tingkat akar rumput.
“Musyawarah desa adalah esensi dari demokrasi. Oleh karenanya, forum ini menjadi ruang penyampaian aspirasi dari seluruh pihak elemen masyarakat dan tidak ada satupun isu yang ditinggalkan,” ujar Nurhidayat.
Ia berharap forum ini tidak hanya memetakan tantangan, tetapi juga peluang dalam berbagai konteks mulai dari sosial, keagamaan, ekonomi, kepemudaan, hingga pendidikan.
“Kita mengharapkan forum ini membicarakan solusi penyelesaian yang bisa kita cari dan laksanakan bersama. Ini adalah bentuk kepedulian kita terhadap perkembangan dan kebaikan desa ke depannya. Kami juga akan membawa hasil dari dialog ini menjadi pembicaraan di tingkat konsorsium,” tambahnya.
Sebagai informasi, pembentukan dan kegiatan Gugus Tugas Desa Damai ini terlaksana dengan dukungan program SCURE (Social Engagement for Community Unity and Resilient Enhancement). Program ini didukung oleh Yayasan Inklusif, Wahid Foundation, La Rimlu, dan Libu Perempuan di bawah payung konsorsium GCERF.
Sementara itu, Kepala Desa Sasak Panjang, Hj. Umy Andi Yulaihah, menjelaskan bahwa Gugus Tugas Desa Damai telah memiliki bekal yang cukup setelah mengikuti serangkaian peningkatan kapasitas yang difasilitasi oleh Yayasan Inklusif.
“Apa yang telah dipelajari oleh gugus tugas dalam pelatihan-pelatihan tersebut, seperti isu kekerasan terhadap perempuan, intoleransi, strategi pencegahan konflik berdimensi keagamaan, serta pencegahan ekstremisme kekerasan, merupakan bekal vital bagi para gugus tugas untuk melakukan kerja-kerja nyata di desa,” jelas Andi.
Lebih lanjut, Andi mengapresiasi langkah Yayasan Inklusif yang telah menjembatani desa dengan dinas-dinas terkait. Konektivitas ini dinilai penting untuk membangun kolaborasi penanganan masalah sosial yang konkret, seperti kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), kenakalan remaja, tawuran, hingga bahaya narkoba.
“Saya berharap ilmu-ilmu yang telah dipelajari disalurkan kepada masyarakat luas. Agenda pertemuan dalam musyawarah desa kali ini menjadi bagian bagaimana ilmu-ilmu tersebut diimplementasikan secara nyata di tingkat desa,” pungkasnya.




















