Kalawaca.com –
Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid, menyerukan tindakan tegas dari pemerintah Indonesia untuk mengakhiri konflik berkepanjangan di Papua yang telah menyebabkan banyak korban jiwa di kalangan warga sipil. Pernyataan ini dikeluarkan menyusul hasil peradilan Mahkamah Rakyat Permanen di London yang membahas pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan kerusakan lingkungan di Tanah Papua.
“Sudah saatnya komunitas internasional untuk kian mendesak pihak berwenang Indonesia agar mengakhiri kekerasan yang telah berlangsung lama di sana,” kata Usman dalam keterangannya pada Senin, 1 Juli 2024. Usman menekankan bahwa situasi di Papua telah mencerminkan perkembangan yang mengkhawatirkan dan memerlukan evaluasi mendalam terhadap operasi militer serta kegiatan bisnis yang dilakukan oleh korporasi.
Dengan apresiasi terhadap pengadilan Mahkamah Rakyat Permanen yang telah membahas isu kekerasan dan kerusakan lingkungan di Papua, Usman mengungkapkan bahwa ini merupakan langkah awal yang baik menuju pencarian keadilan bagi masyarakat Papua. “Kami berharap ini menjadi kesempatan bagi komunitas internasional untuk berdiri dalam solidaritas dengan rakyat Papua, mengakui penderitaan mereka, dan mendukung perjuangan mereka untuk hak asasi manusia,” ujar Usman.
Lebih lanjut, Usman menegaskan bahwa meskipun inisiatif pengumpulan informasi tentang pelanggaran HAM di Papua dapat meningkatkan kesadaran publik, hal tersebut tidak dapat menggantikan investigasi yang benar dan proses akuntabilitas yang layak. Amnesty Internasional Indonesia mendesak agar Indonesia mematuhi kewajibannya untuk memastikan adanya investigasi yang independen, imparsial, menyeluruh, dan efektif, sehingga para pelaku pelanggaran HAM dapat diadili.
Pada 27 hingga 29 Juni 2024, Mahkamah Rakyat Permanen mengadakan sidang di Queen Mary University of London, Inggris, dengan panel ahli dari berbagai negara. Sidang ini mendengarkan pernyataan dan bukti dari LSM internasional, organisasi masyarakat sipil lokal, dan individu yang menyaksikan pelanggaran HAM serta kerusakan lingkungan di Papua.
Makhkamah Rakyat Permanen menyatakan bahwa Indonesia telah melakukan perampasan tanah adat Papua melalui diskriminasi rasial, yang berujung pada penghilangan budaya dan penindasan keras, termasuk pembunuhan di luar hukum, penahanan sewenang-wenang, pengusiran, dan degradasi lingkungan. Mahkamah mendesak PBB dan komunitas internasional untuk segera bertindak menanggapi situasi di Papua.
Berdasarkan catatan Amnesty Internasional Indonesia, sejak Januari 2018 hingga Juni 2024, telah terjadi 128 kasus pembunuhan di luar hukum dengan total 236 korban sipil. Pasukan keamanan tercatat melakukan 81 kasus pembunuhan dengan 131 korban sipil, sementara kelompok bersenjata pro-kemerdekaan tercatat melakukan 47 kasus pembunuhan dengan 105 korban sipil.