Kalawaca.com – Anggota Komisi I DPR RI, Syamsu Rizal, menegaskan urgensi penguatan intelijen maritim Indonesia atau Naval Intelligence Gathering sebagai bagian penting dalam menjaga kepentingan strategis nasional.
Demikian ia sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama para pakar dan akademisi terkait pembahasan RUU Pengesahan Persetujuan Penetapan Batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia-Vietnam, Rabu (23/4/2025) di Kompleks Parlemen, Jakarta.
Dalam kesempatan tersebut, Syamsu mengapresiasi berbagai pandangan dari pakar pertahanan dan menilai bahwa pembangunan sistem intelijen maritim yang terintegrasi sangat penting untuk mengantisipasi potensi ancaman di wilayah laut Indonesia yang luas.
Ia menyebut hingga kini, Indonesia belum memiliki sistem intelijen maritim yang terkoneksi dengan negara lain, padahal integrasi tersebut dibutuhkan untuk memperkuat pengawasan dan keamanan wilayah ZEE.
“Naval Intelligence Gathering ini perlu dijadikan dasar strategis dalam menyusun pertahanan maritim nasional ke depan,” ujarnya.
Selain intelijen maritim, Syamsu juga menyoroti pentingnya penguatan peran penjaga pantai (coast guard) serta pemanfaatan soft power Indonesia dalam diplomasi pertahanan.
Sebagai negara dengan politik luar negeri bebas aktif, Indonesia tidak dapat membentuk pakta militer, namun tetap bisa membangun pengaruh global melalui kekuatan lunak seperti budaya, kerja sama multilateral, dan teknologi pertahanan.
“Melalui pendekatan soft power, Indonesia dapat tampil sebagai negara dengan sistem pertahanan canggih dan dihormati oleh negara-negara tetangga,” tambahnya.
Lebih lanjut, Syamsu menekankan bahwa momen pengesahan ZEE Indonesia-Vietnam ini harus dimanfaatkan untuk meningkatkan citra Indonesia di Asia Pasifik, terutama dalam merespons kampanye negatif yang berkaitan dengan isu Papua dan Timor Leste. Ia berharap Indonesia bisa menjadi contoh negara yang sukses menerapkan strategi soft power dalam pertahanan nasional.